Berita ini tentang:
- 300 Ribu per Bulan dari Suami ASN, Ibu DV Ngaku Nggak Kuat Lagi
- 18 Tahun Bertahan, Istri ASN Kemenag Curhat Ditinggal dan Tak Dinafkahi
- DV vs AG: Drama Rumah Tangga ASN yang Bikin Geleng-Geleng
- Sudah Dinikahi, Malah Dilupakan: Kisah Sedih Istri ASN Tasikmalaya
- Gugat Cerai Gagal, DV Masih Berstatus Istri Sah ASN Kemenag
- Cuma Dikasih 300 Ribu, Ibu Ini Tuntut Hak dari Suami PNS
- AG Gugat Cerai, Tapi Kalah di Pengadilan: Istrinya Nggak Terima!
- Cerai Belum Sah, DV Tetap Berjuang Demi Hak sebagai Istri ASN
- Terkuak! DV Curhat Suaminya PNS Tapi Pelit dan Tertutup Soal Gaji
- Dramanya Nggak Selesai! Istri ASN Masih Tunggu Keadilan di Kemenag

KOTA BANJAR – Hidup berumah tangga memang nggak selalu semanis janji di pelaminan. Itulah yang dialami oleh seorang ibu asal Kota Banjar, Jawa Barat, berinisial DV. Setelah 18 tahun menikah, ia merasa makin tertekan dan akhirnya buka suara soal kehidupan rumah tangganya yang jauh dari kata bahagia.
DV menikah dengan pria berinisial AG tahun 2007. Saat itu, AG masih honorer, tapi di tahun yang sama, dia langsung diangkat jadi PNS di Kementerian Agama (Kemenag) Kota Banjar. Awalnya sih DV masih bertahan, tapi semuanya berubah sejak tahun 2019, saat AG dipindah tugas ke Tasikmalaya. Sejak saat itu, DV merasa makin terabaikan.
“Selama lima tahun terakhir ini saya cuma dikasih uang 300 ribu per bulan buat kebutuhan rumah. Itu juga nggak pernah naik-naik, padahal statusnya udah PNS,” curhat DV ke media, Kamis, 24 April 2025.
Bayangin aja, 300 ribu buat hidup sebulan? Apalagi mereka punya anak. DV bilang dari empat anak, satu sudah meninggal dunia, dan sekarang dia harus berjuang sendirian demi kebutuhan keluarga tanpa sokongan finansial dari suami.
Yang bikin tambah berat, AG sama sekali nggak terbuka soal keuangan. Gaji bulanan? Slip gaji? Tunjangan? Bahkan gaji ke-13 pun nggak pernah diperlihatkan.
“Saya nggak pernah tahu berapa gaji suami saya. Semuanya ditutup-tutupi,” ucap DV pelan, nyaris tak terdengar.
Puncaknya terjadi September 2024. AG menjatuhkan talak secara lisan di depan ibu DV. Lalu dua bulan setelahnya, AG resmi menggugat cerai lewat Pengadilan Agama Kota Banjar (Nomor perkara: 707/Pdt.G/2024/PA.Bjr).
Meski sempat ada pembinaan dari BP4, AG tetap ngotot mau cerai. Ironisnya, lewat kuasa hukumnya, AG menolak memberikan nafkah iddah, mut’ah, dan hak-hak lainnya yang seharusnya jadi kewajiban.
DV makin merasa dizalimi karena mencium adanya harta bersama yang sengaja disembunyikan dan tidak dibagi.
Nggak mau tinggal diam, DV menggandeng LBH GNP Tipikor RI Wilayah III Priangan Timur untuk mendampingi secara hukum. Hasilnya cukup melegakan: 13 Februari 2025, Pengadilan Agama Kota Banjar memutuskan gugatan AG tidak diterima alias NO (Niet Ontvankelijke Verklaard) karena ada cacat administratif.
Artinya, secara hukum, DV masih istri sah AG. Tapi perjuangan belum selesai. Bersama kuasa hukumnya, DV mencoba menghadap Kepala Kemenag dan Kasi Bimas untuk menuntut hak-haknya sebagai istri PNS, tapi sayang, belum ada hasil nyata.
Kabarnya, AG malah berencana mengajukan gugatan cerai lagi dengan pengacara yang sama. Menanggapi hal ini, LBH GNP Tipikor RI langsung bersurat ke Kemenag Kota Tasikmalaya pada 14 April 2025 minta mediasi. Tapi sampai berita ini naik tayang, belum ada tanggapan dari sana.
Ketua Tim Advokasi LBH, P. Cahyo Purnomo, SH, juga sudah coba menghubungi Kasi Bimas yang merangkap Ketua BP4, tapi nihil—nggak ada respon.
Kini, tim media ini bareng Aliansi Wartawan Pasundan (AWP) masih terus mencari data tambahan buat menjaga keakuratan berita. Kalau nanti ada indikasi pelanggaran hukum, tim siap koordinasi dengan pihak berwenang buat langkah selanjutnya.
Tim AWP